Tinjau Perluasan Lahan Sorgum, KSP Moeldoko Sebut Bawang Merah Bima Sebagai Pengendali Inflasi Pangan Nasional
![]() |
Kepala KSP Dr. Moeldoko meninjau kesiapan lahan perluasan tanaman Sorgum di Kabupaten Bima NTB (Dok. KSP) |
Sasambo Times – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko melakukan kunjungan ke NTB, ia memastikan ketersediaan bawang merah di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), beberapa kecamatan yang menjadi sentra penghasil bawang merah salah satunya di Kecamatan Soromandi. Selasa (4/10/2022).
Sebagai informasi, kabupaten Bima merupakan daerah potensial penghasil bawang merah di NTB. Dari 18 kecamatan, 16 di antaranya merupakan sentra produksi tanaman hortikultura tersebut.
Data Dinas Pertanian Kabupaten Bima menyebutkan, saat ini, luas panen bawang merah di 16 kecamatan, yakni 1.345 hektare, dengan tiga kali masa panen dalam setahun. Sekali panen, produksi bawang merah yang dihasilkan sebanyak 5-6 ton per satu hektare. Hasil panen, 70 persen untuk memasok sejumlah wilayah di Indonesia, dan 30 persen untuk kebutuhan lokal.
Menurut Moeldoko, ketersediaan bawang merah di Bima memiliki peran besar untuk mengendalikan inflasi pangan nasional.
“Karena bawang merah termasuk komoditi yang memengaruhi inflasi di Indonesia,” ujar Moeldoko
Laporan dari Dinas Pertanian (Bima) tadi, sejauh ini pasokan masih aman, dan harganya cukup baik. Kisaran Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per kilogramnya,” imbuh Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu.
Pada kesempatan itu, Panglima TNI 2013-2015 ini meminta petani untuk meningkatkan produksi bawang merah dengan merawat tanaman secara baik dan dengan segenap hati.
“Mari bertani untuk kehidupan, bukan bertani untuk sekadar hidup,” ucap Moeldoko.
Moeldoko mengungkapkan, bahwa pengembangan sorgum akan diintegrasikan dengan peternakan sapi, unggas, dan pengembangan bioetanol yang bersumber dari batang pohon sorgum. Untuk itu, jumlah offtaker atau perusahaan yang bisa menghubungkan komoditas petani ke pasar harus diperbanyak.
Selain itu, Menteri KSP Moeldoko meninjau kesiapan lahan untuk perluasan tanam sorgum, di kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pada kesempatan itu, Moeldoko juga mengungkapkan, bahwa pengembangan sorgum akan diintegrasikan dengan peternakan sapi, unggas, dan pengembangan bioetanol yang bersumber dari batang pohon sorgum. Untuk itu, jumlah offtaker atau perusahaan yang bisa menghubungkan komoditas petani ke pasar harus diperbanyak.
“Minimnya offtaker ini menyebabkan industri sorgum tidak bisa berkembang. Makanya budidaya sorgum tidak bertumbuh secara massif. Tapi kalau persoalan offtaker ini bisa segera diselesaikan maka ekosistem sorgum akan terbentuk, industrinya jalan, dan petani juga semangat menanam sorgum,” terangnya.
Saat ini, lanjut Moeldoko, salah satu offtaker yang dipertimbangkan oleh pemerintah adalah industri pakan ternak. Di mana industri tersebut, bahan bakunya 50 persen jagung, dan 50 persen protein lain yang salah satunya bersumber dari sorgum.
“Kalau ekosistem ini sudah terbentuk, maka ketika dibutuhkan untuk alternatif pangan kita tinggal menggeser sorgum untuk pengganti beras,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri menyambut baik rencana pengembangan budidaya tanaman sorgum di Bima. Hal itu, menurut dia, akan meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat di kawasan pinggiran kabupaten Bima.
Namun, ia meminta program tersebut juga dibarengi dengan pembangunan sarana prasarana, terutama terkait pengairan lahan.
“Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana meyakinkan petani bahwa program sorgum lebih bagus dari jagung atau paling tidak sama,” ucapnya.
Kepala Dinas Pertanian Bima Nurma mengungkapkan beberapa persoalan yang dialami petani bawang merah. Salah satunya soal pupuk. “Kalau bisa alokasi pupuk subsidi untuk petani bawang merah di sini ditambah. Agar produksi juga bisa lebih ditingkatkan,” kata Nurma. (Red)