Terjebak Surat Pernyataan Mahasiswa Korban Penipuan dan Penggelapan SPP UMMAT berujung DO dan Skorsing
![]() |
Mahasiswa mendesak usut tuntas kasus penggelapan SPP Kampus UMMAT. (Ist) |
Sasambotimes, Mataram- Skenario Kasus slip pembayaran mahasiswa UMMAT, tanpa di mintai keterangan terlebih dulu, dan setelah WR2 menemui pihak bank BSI, pada tanggal 15-18 Maret 2023, pimpinan UMMat layangkan surat panggilan terhadap 248 mahasiswa untuk menghadap di depan 10 orang pejabat kampus dilantai 3 gedung rektorat. Pada saat itu Birokrasi menyuruh mahasiswa menghadap satu-satu dan mengintimidasi mahasiswa untuk menanda_tangani surat pernyataan diatas materai Rp. 10.000.
Terdapat empat point dalam isi surat pernyataan yang sudah sediakan untuk ditandatangani oleh 248 mahasiswa, yaitu:
1. Bahwa benar saya telah melakukan pembayaran SPP, semester genap, tahun 2023 melalui bank BSI/bank lain dengan cara-cara memanipulasi data.
2. Bahwa sesungguhnya saya tidak pernah melakukan pembayaran SPP, smester genap, tahun 2023, akan tetapi bukti kwitansi pembayaran tersebut saya ambil atau saya minta orang lain untuk mengambil di bank BSI atau bank lain
3. Bahwa benar bukti kwitansi tersebut Saya tulis sendiri dan Saya tanda tangani atau paraf sendiri bukan tandatangan dan paraf dari petugas bank BSI atau bank lain
4. Bahwa benar bukti kwitansi tersebut saya berikan cap, stempel yang telah saya buat sendiri dengan cara meminta bantuan pihak lainnya yang bernama.
Dari isi surat pernyataan diatas, dan berdasarkan kronologi kejadiannya, sangat terang jika birokrasi UMMat sudah merencanakan matang jauh-jauh hari. Mulai dari dikeluarkan SK Rektor tahun 2022 tetang sanksi indisipliner, kemudian kebijakan pengetatan pembayaran SPP awal tahun 2023 dan kasus slip yang katanya sudah berlangsung lama dan merugikan kampus hingga miliaran rupiah dan tidak mau diusut tuntas, maka mencuatnya kasus SLIP yang sebagian besar mengorbankan mahasiswa angkatan 2021 dan 2022 adalah skema kejahatan dalam dunia pendidikan yang disusun secara rapi untuk kepentingan individu dan kelompok tertentu.
Kejanggalan terhadap isi surat pernyataan, sebab sebagian besar mahasiswa yang dipanggil justru tidak sesuai dengan isi surat pernyataan, dan hanya Rijal yang mengakui melakukan pemalsuan dokumen. Meskipun Rijal mengakui, namun Rijal sampai hari ini belum mendapatkan Sanksi DO, justru 248 mahasiswa yang dipanggil dan dipaksa menanda_tangani surat pernyataan tersebut. Melalui Lisan dan tulisan petinggi kampus menekankan untuk membayar ulang SPP sampai batas waktu tanggal 27 Maret, sambil menunjuk daftar 35 mahasiswa yang ditulis di papan dikatakan sebagai pelaku. Motif kampus menyuruh mahasiswa menanda_tangani surat pernyataan jadi pertanyaan besar, sebab sampai hari ini pihak kampus tidak mau mengusut tuntas kasus slip Pembayaran SPP yang dikatakan oleh mereka sendiri palsu. Padahal berdasarkan pengakuan bank BSI, bahwa SLIP SPP Tersebut asli dan sudah meminta agar pihak Rektor ummat menyerahkan hasil investigasi. Namun sampai saat ini, permintaan dari pihak BSI belum diserahkan oleh kampus.
Mahasiswa yang merasa dirugikan akhirnya dimobilisasi oleh orang-orang tertentu, dan sempat ada seorang dosen UMMat yang memobilisasi mahasiswa yang merasa dikorbankan oleh teman-temannya sendiri untuk mendatangi mahasiswa yang namanya ditulis sebagai pelaku dipapan tadi. Sambil mengancam dengan menggunakan senjata tajam dan kekerasan fisik, mahasiswa yang merasa diri korban meminta uang SPP yang terbayarkan tadi. Pada akhirnya, kasus slip SPP ini memicu terjadinya konflik horizontal ditingkat mahasiswa yang terjadi di depan gerbang FIK.
Meskipun Bayar dobel SPP, tapi tetap diberi sanksi DO dan skorsing.
Terancam dikeluarkan dari Kampus, akhirnya mahasiswa melakukan pembayaran kedua SPP. Namun pembayaran kedua justru lebih banyak dan bervariasi, bukan hanya SPP semester genap yang dipermasalahkan, namun ada yang membayar ulang SPP dari tahun 2021. Untuk mempercepat mahasiswa melakukan pembayaran Doble SPP, pada tanggal 10 April yang diedarkan pada tanggal 15 April, rektor UMMat mengeluarkan SK Klasifikasi sanksi yang menetapkan 133 mahasiswa sanksi ringan dengan keterangan tidak membayar SPP 1 smester, 80 mahasiswa sanksi sedang dengan keterangan tidak membayar SPP 2 smester dan 35 mahasiswa dikategorikan pelanggaran berat karena tidak membayar SPP diatas 3 smester.
Setelah keluarnya SK rektor tersebut, WR 1 ummat yang sudah dimutasi ke sekretaris rektor, Dr. Safril S.pd. M.pd melalui pesan whas up menyerukan agar mahasiswa yang merasa diri korban menemui rektor UMMat pada tanggal 9 & 10 Mei sebelum dikeluarkan surat (sanksi) ke masing-masing individu. Mahasiswa yang nama-namanya di SK rektor harus terlebih dulu membayar sesuai SPP yang tidak bayarkan dalam SK rektor, dan setelah menemui rektor, mahasiswa pun sebagian diberikan surat sanksi skorsing dan D’O. Salah satu mahasiswa yang membayar ulang SPP sebanyak Rp. 12 Juta justru diberikan surat Drop Out dan yang bayar ulang Rp. 8 juta justru di skorsing. Dari total 248 mahasiswa yang ditetapkan sanksi, baru 6 orang yang diberikan surat DO dari 35 mahasiswa yang melakukan pelanggaran berat, dan 3 orang mahasiswa diberikan surat skorsing 4 smester pada tanggal 29 mei. Namun yang skorsing 1 smester (pelanggaran ringan) dan skorsing 2 smester (pelanggaran berat) belum dikeluarkan surat perindifidu.
Akibat tidak adanya kepastian hukum mengenai sanksi, mahasiswa kebingungan terkait masalah akademisnya, hingga ada yang tetap membayar SPP dan membayar biaya-biaya lain. Pada tanggal 12 Juli WR satu ummat mengeluarkan surat yang ditujukan kepada dekan-dekan seluruh fakultas agar nama-nama mahasiswa yang ada namanya dalam SK Rektor tidak diikutkan atau ditarik dari KKN. Ada 5 mahasiswa (skorsing/pelanggaran sedang) yang akhirnya dibatalkan mengikuti KKN, sedangkan puluhan lainnya masih tetap mengikuti kuliah. Bahkan yang tergolong pelanggaran beratpun tetap BISA mengikuti kuliah.
SLIP SPP DARI BSI, KETIKA DIUPLOAD MELALUI SIAKAD LANGSUNG LOLOS VALIDASI.
Seluruh mahasiswa yang terlibat dalam kasus SLIP SPP mengaku membayar SPP yang dititipkan melalui temannya, alasannya berfariasi, karena sebagian besar masih berada di kampung dan karena ada keringanan sehingga terhindar dari Cuti, akhirnya mau membayar SPP melalui Rijal, dan tidak berniat sedikitpun memalsukan dokumen dengan cara-cara seperti yang ada dalam surat pernyataan yang ditanda_tangani. Hampir seluruh mahasiswa yang terlibat tidak tau slip SPP nya dipalsukan, dan uangnya tidak masuk rekening kampus dan sangat kontradiktif dengan surat pernyataan. Meskipun tak kuasa menolak perubahan perintah, dengan terpaksa menanda-tangani surat pernyataan dan membayar dobel SPP.
Setelah membayar SPP yang dititipkan melalui Rijal, kemudian kami semua mengirim identitas (Nim, fakultas, smester dan prodi/jurusan), setelah menunggu hampir 2 jam, barulah mahasiswa mendapatkan slip yang sudah terisi lengkap. Kemudian mahasiswa meng_upload keakun SIAKAD masing-masing dan langsung dinyatakan tervalidasi tanpa terlebih dahulu melakukan proses verifikasi di BAK. Atas dasar tervalidasinya SLIP SPP yang digunakan.
TUNJUKAN JIKA KAMPUS DIRUGIKAN, JANGAN HANYA BERALIBI UNTUK MEMERAS MAHASISWA
Jika benar kampus dirugikan Rp. 1,2 miliar, tunjukan bukti-bukti dengan membuka seluruh anggaran pendapatan dan belanja kampus UMMat. Selama ini kampus selalu mengatakan Rugi, namun nota keuangan kampus tidak pernah disampaikan didepan seluruh mahasiswa. Berapa banyak anggaran pendidikan yang didapat oleh kampus dari SPP mahasiswa, jika dihitung rata-rata SPP permahasiswa tiap semesternya mencapai Rp. 5-6 juta. Belum lagi biaya-biaya lain, seperti biaya wisuda Rp. 1.750.000, biaya pengajuan judul skripsi Rp. 800 ribu, biaya KKN Rp. 1 juta, biaya sumbangan laboratorium, dan biaya-biaya lainnya. Bahkan mulai semester ganjil tahun 2022, mahasiswa PPKN penerima bantuan KIP dipotong setiap mahasiswa Rp. 8 juta persemester.
MERASA DIRI PALING BERKUASA, BIROKRASI UMMAT SEWENANG-WENANG SEPERTI FIR’AUN.
Nurani dan kemanusiaan birokrasi UMMat telah jatuh kelumpur yang paling hina. Demi hasrat dan ambisi memperkaya diri dengan cara Melipat_gandakan Keuntungan dari mahasiswa, segala aturan yang dibuat justru tidak menggunakan dasar hukum. Otoriternya Birokrasi UMMat karena Muhammadiyah memiliki otonomi khusus sehingga kebijakan dan penetapan biaya dan sanksi bagi mahasiswa sesuai selera elit birokrasi UMMat dan kehendak Pengurus Muhammadiyah.
Untuk menjatuhkan sanksi skorsing dan drop-out terhadap 248 mahasiswa, pihak UMMat lagi-lagi selalu beralibi itu sudah ketentuan dari rapat bersama pimpinan, PWM dan PP Muhammadiyah. Baru-baru ini, antara rektor, WR1, Dekan perfakultas dan Ketua LPPM memperlakukan mahasiswa sesuai kehendak dan selera masing-masing. Fakultas Hukum memiliki pandangan berbeda sehingga seluruh mahasiswa yang ada di SK rektor (pelanggaran sedang dan DO) dilarang mengikuti KKN, sedangkan LPPM dan dekan fakultas lain justru diloloskan untuk mengikuti program KKN dan ujian skripsi sekalipun melakukan pelanggaran berat (dikeluarkan). Padahal WR 1 Ummat sudah melayangkan surat keseluruh dekan agar mahasiswa yang di SP 1 dan skorsing dilarang atau ditarik dari program KKN, kemudian melalui rapat pimpinan tanggal 21 Juli, rektor UMMat mengeluarkan surat instruksi yang hanya melarang mahasiswa ikut program KKN berstatus skorsing dan D’O.
Atas ketidak pastian dan kejanggalan yang terjadi di kampus UMMat, kami menuntut:
1. Segera cabut SK Rektor No.96/II.3.AU/KEP/D/IV/2023 tentang klasifikasi sanksi
2. Berikan Transparansi Hasil temuan tim investigasi dari kasus SLIP SPP.
3. Berikan Transparansi anggaran pendapatan dan belanja kampus UMMat
4. Tindak tegas birokrasi yang lalai dalam tugas sehingga merugikan mahasiswa dan Kampus.
5. Tingkatkan kualitas layanan kemahasiswaan dan kualitas manajerial birokrasi
6. Segera kembalikan Uang pembayaran mahasiswa yang diberi sanksi
7. Segera tingkatkan FASILITAS dan Kualitas Tenaga pengajar. (Kilat)